Abdul Wahid Hasyim lahir di Jombang pada tahun 1914 dan dibesarkan di lingkungan pesantren. Ayahnya, K.H. Hasyim Asy’ari, mempunyai sebuah pesantren di Tebu Ireng, Jombang. Di pesantren itu Wahid belajar agama, kemudian di pesantren-pesantren lain. Sesudah itu, ia mengajar di pesantren Tebu Ireng membanntu ayahnya. Membaca huruf Latin dan menulis dipelajarinya sendiri. Karena itu, ia dapat membaca buku-buku ilmu pengetahuan, sehingga pengetahuannya bertambah luas.
Di Pesantren Tebu Ireng diajarkan pengetahuan umum. Murid-murid diharuskan belajar huruf Latin dan membaca buku-buku lain di samping buku agama. Tindakan itu menimbulkan reaksi dari masyarakat. Orang-orang tua murid mengancam akan menarik anak-anak mereka dari pesantren. Pemerintah Belanda pun tidak setuju dengan cara-cara yang dilakukan itu sebab di pesantren hanya diizinkan memberikan pelajaran agama. Tetapi, Wahid Hasyim tidak mundur walaupun mendapat makian dari kiri dan kanan. Pada tahun 1925 didirikannya madrasah modern, Nidhomiah. Di situ murid-murid diajarkan berpidato dan berorganisasi. Mereka diharuskan membaca buku, koran dan majalah yang memuat pengetahuan umum. Untuk melatih murid-murid berorganisasi, didirikannya Ikatan Pelajar-pelajar Islam (IPPI).
Pada tahun 1938 Wahid Hasyim memasuki Nahdatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai jurutulis rating NU di desa Cukir. Empat tahun kemudian, ia diserahi jabatan penting, yakni Ketua Pengurus Besar NU. Pada masa pendudukan Jepang, NU dilarang. Organisasi Islam yang diizinkan hanyalah Majelis Islam A’ala Indonesia (MIAI). Wahid Hasyim diangkat menjadi ketua. Tak lama kemudian MIAI dilarang pula. Bersama K.H. Mas Mansur, dan K.H. Taufiqurrahman, Wahid Hasyim mendirikan Masyumi. Menjelang masa akhir pendudukan Jepang, ia diangkat sebagi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pada masa awal pemerintahan RI, K.H. Wahid Hasyim diangkat sebagai Menteri Negara dalam kabinet Presidensiil. Sesudah berhenti, ia banyak mencurahkan perhatian untuk membangun kembali NU. Sesudah Pengakuan Kedaulatan, tiga kali ia diangkat menjadi Menteri Agama, yakni dalam Kabinet RIS (1949-1950), Kabinet Natsir (1950-1951), dan Kabinet Sukiman (1951-1952). Ia meninggal dunia pada tanggal 19 April 1953 dalam kecelakaan mobil di Cimahi, Bandung, dan dimakamkan di pekuburan keluarga di Tebu Ireng. K.H Abdul Wahid Hasyim dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 206 Tahun 1964, tanggal 24 Agustus 1964.
K.H. ABDUL WAHID HASYIM (1914-1953)
March 4, 2013 by BK Antara
Leave a comment