Sugiyopranoto lahir di Solo pada tanggal 25 Nopember 1890. Pendidikan di Sekolah Dasar Katolik diikutinya mula-mula di Solo, kemudian di Muntilan. Sesudah itu, ia melanjutkan pelajaran ke Sekolah Guru pada tahun 1915, ia bertugas sebagai guru selama satu tahun. Kemudian ia mengikuti pendidikan imamat dan dari sini dimulai kegiatan di bidang keagamaan. Tiga tahun kemudian ia dikirim ke negeri Belanda untuk memperdalam pengetahuan di bidang agama Kristen, bahasa latin, bahasa Yunani dan filsafa
Dengan nama Frater Sugiyo, ia kembali ke tanah air dan bekerja sebagai guru Ilmu Pasti, bahasa Jawa dan agama di bagian Sekolah Guru pada kolese di Muntilan. Di samping kesibukan sebagai guru, ia turut pula memimpin mingguan berbahasa Jawa, Swara Tama. Ia banyak menulis tentang tari Jawa, pakaian adat Jawa, Hubungan antara Barat dan Timur, dan lain sebagainya. Salah satu buah pikirannya yang terpenting ialah mengenai penyesuaian ajaran Katolik dengan kebiasaan bangsa Indonesia.
Pada tahun 1928 Frater Sugiyo memperoleh kesempatan sekali lagi untuk mengikuti pelajaran teologi di negeri Belanda.pada masa itu pula ia mewakili frater-frater Indonesia menghadiri perayaan kepausan di roma. Ia ditasbihkan sebagai imam pada tahun 1931. Dua tahun kemudian kembali ke Indonesia dan diangkat menjadi Pastor Pembantu di Bintaran, kemudian menjadi Pastor Paroki. Pada tahun1938 ia diangkat menjadi penasihat Misi Jesus di pulau Jawa. Dua tahun kemudian diangkat menjadi Vikaris Apostolik untuk memangku jabatan keuskupan. Ia adalah putra Indoneisa pertama yang menjadi Uskup Agung.
Sugiyopranoto adalam imam Katolik yang pertama kalinya meniadakan sifat kebarat-baratan dalam upacara gereja di Indonesia. Untuk gereja-gereja di Jawa, musik orgel digantinya dengan gamelan. Perubahan itu adalah jasanya yang utama dalam menyerasikan tradisi Barat dengan tradisi Timur. Pada masa pendudukan Jepang ia berjuang menentang anggapan yang menyamaratakan Gereja dengan pemerintah kolonial Belanda.
Mgr. Sugiyopranoto meninggal dunia di negeri Belanda pada tanggal 10 Juli 1963. Jenazahnya dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Pahlawan Giritunggal, Semarang. Ia dikukuhkan menjadi Tokoh Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 152 Tahun 1963, tanggal 26 Juli 1963.
Leave a comment