Feeds:
Posts
Comments

K.H. ABDUL WAHID HASYIMAbdul Wahid Hasyim lahir di Jombang pada tahun 1914 dan dibesarkan di lingkungan pesantren. Ayahnya, K.H. Hasyim Asy’ari, mempunyai sebuah pesantren di Tebu Ireng, Jombang. Di pesantren itu Wahid belajar agama, kemudian di pesantren-pesantren lain. Sesudah itu, ia mengajar di pesantren Tebu Ireng membanntu ayahnya. Membaca huruf Latin dan menulis dipelajarinya sendiri. Karena itu, ia dapat membaca buku-buku ilmu pengetahuan, sehingga pengetahuannya bertambah luas.
Di Pesantren Tebu Ireng diajarkan pengetahuan umum. Murid-murid diharuskan belajar huruf Latin dan membaca buku-buku lain di samping buku agama. Tindakan itu menimbulkan reaksi dari masyarakat. Orang-orang tua murid mengancam akan menarik anak-anak mereka dari pesantren. Pemerintah Belanda pun tidak setuju dengan cara-cara yang dilakukan itu sebab di pesantren hanya diizinkan memberikan pelajaran agama. Tetapi, Wahid Hasyim tidak mundur walaupun mendapat makian dari kiri dan kanan. Pada tahun 1925 didirikannya madrasah modern, Nidhomiah. Di situ murid-murid diajarkan berpidato dan berorganisasi. Mereka diharuskan membaca buku, koran dan majalah yang memuat pengetahuan umum. Untuk melatih murid-murid berorganisasi, didirikannya Ikatan Pelajar-pelajar Islam (IPPI). Continue Reading »

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Ia hanya sempat bersekolah sampai Sekolah Dasar. Keinginan untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tidak diizinkan oleh orang tuanya. Sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku pada waktu itu, setelah menamatkan Sekolah Dasar, seorang anak gadis harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah. Mereka tidak bebas bergerak, berbeda dengan keadaan kaum pria.

Kartini banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar. Kegemaran membaca buku, terutama buku-buku mengenai kemajuan wanita di luar negeri, menyebabkan pikirannya terbuka. Rasa sedih melihat keadaan wanita bangsanya mulai timbul. Mereka jauh tertinggal dibandingkan dengan wanita luar negeri terutama wanita Eropah. Continue Reading »

Sugiyopranoto lahir di Solo pada tanggal 25 Nopember 1890. Pendidikan di Sekolah Dasar Katolik diikutinya mula-mula di Solo, kemudian di Muntilan. Sesudah itu, ia melanjutkan pelajaran ke Sekolah Guru pada tahun 1915, ia bertugas sebagai guru selama satu tahun.  Kemudian ia mengikuti pendidikan imamat dan dari sini dimulai kegiatan di bidang keagamaan. Tiga tahun kemudian ia dikirim ke negeri Belanda untuk memperdalam pengetahuan di bidang agama Kristen, bahasa latin, bahasa Yunani dan filsafa

Dengan nama Frater Sugiyo, ia kembali ke tanah air dan bekerja sebagai guru Ilmu Pasti, bahasa Jawa dan agama di bagian Sekolah Guru pada kolese di Muntilan. Di samping kesibukan sebagai guru, ia turut pula memimpin mingguan berbahasa Jawa, Swara Tama. Ia banyak menulis tentang tari Jawa, pakaian adat Jawa, Hubungan antara Barat dan Timur, Continue Reading »

Mas Mansur lahir di Surabaya pada tanggal 25 Juni 1896. Ia belajar agama di Mekah dan kemudian di Universitas Al Azhar, Kairo. Selain mendalami pengetahuan agama, ia juga rajin mempelajari pengetahuan Barat. Karena itu, pemikirannya menjadi luas. Mansur terpengaruh juga oleh perjuangan bangsa Mesir melepaskan diri dari penjajahan.

Setelah kembali ke tanah air, ia mengajar di pesantren Mufidah di Surabaya. Selain itu, ia aktif pula menjadi anggota Muhammadiyah, kemudian memasuki Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Banyak kegiatan yang telah dilakukannya untuk memajukan Muhammadiyah, antara lain giat berdakwah ke daerah-daerah. Dari jabatan ketua cabang, Continue Reading »